JURNAL REFLEKSI DWI MINGGUAN MODUL 2.3

 

JURNAL REFLEKSI DWI MINGGUAN MODUL 2.3

AHMAD ZAKARIA

PGP ANGKATAN 9 KABUPATEN BEKASI

SDN JAYASAKTI 04

 

Coaching Untuk Supervisi Akademik, adalah materi pada modul 2.3 untuk Guru Penggerak Angkatan 7. Catatan refleksi saya dari pembelajaran modul 2.3 berisi tentang peristiwa yang dialami, perasaan yang muncul, dan hal-hal baru yang ditemukan, serta apa yang akan dilakukan sebagai bentuk dari kegiatan aksi nyata.

Modul 2.3 merupakan lanjutan dari Modul 2.2. Banyak sekali hal menarik yang dipelajari dalam modul 2.3 ini, yang membuat pengetahuan dan pemahaman saya semakin bertambah tentang apa dan bagaimana Coaching untuk supervisi akademik. Masih sama dengan jurnal refleksi sebelumnya, pada jurnal kali ini saya masih menggunakan model refleksi 4 F (Fact, Feeling, Findings, Future), yang dikembangkan oleh Dr. Roger Greenaway.

Proses kegiatan pelaksanaan pelatihan dilakukan secara daring melalui LMS (Learning Management Sistem), menggunakan alur MERDEKA (Mulai dari Diri, Eksplorasi Konsep, Ruang Kolaborasi, Demonstrasi Kontekstual, Elaborasi Pemahaman dan Aksi Nyata).

 

1.         Fact (Peristiwa), pembelajaran modul 2.3 dimulai pada kegiatan:

a.  Mulai Dari Diri. Dalam sesi ini CGP diminta untuk menjawab beberapa pertanyaan terkait dengan kegiatan observasi. Adapun pertanyaannya meliputi bagaimana perasaan saya ketika diobservasi, dan diminta untuk menceritakan bagaimana pengalaman saat diobservasi dan pengalaman pasca kegiatan observasi. Kemudian juga diminta untuk menjelaskan proses supervisi akademik yang ideal yang dapat membantu diri saya berkembang sebagai seorang pendidik, menggambarkan bagaimana posisi saya, jika saat ini menjadi seorang kepala sekolah yang perlu melakukan supervisi, sehubungan dengan gambaran ideal dari skala 1 s/d 10, dimana situasi belum ideal 1 dan situasi ideal 10, serta aspek apa saja yang dibutuhkan untuk dapat mencapai situasi ideal tersebut. Terakhir saya diminta untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan reflektif, dan menuliskan harapan saya terkait modul 2.3.

b. Eksplorasi Konsep. Dalam kegiatan eksplorasi konsep terdapat banyak sekali   pengetahuan baru yang didapat. Pada tahap ini CGP dituntun untuk bereksplorasi secara mandiri dalam memahami konsep Coaching secara umum dan konsep Coaching dalam dunia pendidikan, memahami definisi Coaching dan perbedaannya dengan metode pengembangan diri lainnya, dan yang terakhir adalah tentang konsep Coaching dalam dunia pendidikan. Selain menyiapkan CGP sebagai pemimpin pembelajaran, program Pendidikan Guru Penggerak juga menyiapkan CGP untuk menjadi seorang kepala sekolah. Sebagai kepala sekolah tidak akan terlepas dengan tugas supervisi akademik, yang bertujuan untuk memastikan pembelajaran yang berpihak pada murid sebagaimana tertuang dalam standar proses pada Standar Nasional Pendidikan Pasal 12 yaitu tentang pelaksanaan pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf b diselenggarakan dalam suasana belajar yang interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi Peserta Didik untuk berpartisipasi aktif; dan memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik, serta psikologis Peserta Didik.

Rangkaian supervisi akademik ini digunakan kepala sekolah untuk mendorong ruang perbaikan dan pengembangan diri guru di sekolahnya. Kepala sekolah yang dapat menuntun  warga sekolah untuk selalu mengembangkan kompetensi diri dan senantiasa memiliki growth mindset, serta keberpihakan pada murid adalah pemimpin sekolah yang dapat mengidentifikasi kebutuhan pengembangan kompetensi diri dan orang lain dengan menggunakan pendekatan yang sesuai dengan kebutuhan tersebut. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yang diawali dengan paradigma berpikir yang memberdayakan, agar pengembangan diri dapat berjalan secara berkelanjutan dan terarah. Salah satu pendekatan yang memberdayakan adalah Coaching, yang menurut Whitmore (2003) Coaching adalah kunci pembuka potensi seseorang untuk memaksimalkan kinerjanya.

Coaching didefinisikan sebagai sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999). Ki Hadjar Dewantara menekankan bahwa tujuan pendidikan itu 'menuntun' tumbuhnya atau hidupnya kekuatan kodrat anak sehingga dapat memperbaiki lakunya. Coaching adalah sebuah keterampilan yang perlu dimiliki para pendidik untuk menuntun segala kekuatan kodrat (potensi) agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia maupun anggota masyarakat. Proses coaching sebagai komunikasi pembelajaran antara guru dan murid, murid diberikan ruang kebebasan untuk menemukan kekuatan dirinya dan pendidik memiliki peran sebagai 'pamong' dalam memberi tuntunan dan memberdayakan potensi yang ada, agar murid tidak kehilangan arah dan dapat menemukan kekuatan diri, tanpa membahayakan dirinya.

Sistem Among, Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani, merupakan semangat khusus untuk menguatkan keterampilan komunikasi guru dan murid dengan menggunakan pendekatan coaching. Tut Wuri Handayani menjadi kekuatan dalam pendekatan proses coaching dengan memberdayakan (andayani/handayani) semua kekuatan diri yang ada pada murid. Paradigma Berpikir Among, menginformasikan 4 unsur tentang coaching, yaitu bahwa dalam proses coaching, coach dan coachee adalah mitra. Proses coaching membuka ruang emansipatif bagi coach dan coachee. Kegiatan coaching merupakan latihan menguatkan semangat Tut Wuri Handayani berdasarkan cinta kasih dan persaudaraan tanpa pamrih. Terakhir, proses coaching merupakan ruang perjumpaan antara coach dan coachee dalam membangun rasa percaya dan kebebasan melalui pertanyaan-pertanyaan reflektif untuk menguatkan kekuatan diri coachee. Hal ini sesuai dengan paradigma berpikir coaching yaitu, fokus pada coachee/rekan yang akan dikembangkan, bersikap terbuka dan ingin tahu, memiliki kesadaran diri yang kuat, dan mampu melihat peluang baru dan masa depan.

International Coaching Federation (ICF) mendefinisikan coaching sebagai kemitraan dengan klien dalam suatu proses kreatif dan menggugah pikiran untuk menginspirasi klien agar dapat memaksimalkan potensi pribadi dan profesional coachee. Coaching adalah proses mengantarkan seseorang dari situasi dia saat ini ke situasi ideal yang diinginkan di masa depan, dengan proses percakapan dua arah untuk memaksimalkan kompetensi inti coaching yaitu, kehadiran penuh/Presence, mendengarkan aktif, mengajukan pertanyaan berbobot, dan mendengarkan dengan RASA. RASA merupakan akronim dari Receive, Appreciate, Summarize, dan Ask.

Selanjutnya dalam modul ini juga diperkenalkan acuan umum sebuah alur percakapan coaching yang dapat membantu peran coach dalam membuat percakapan coaching menjadi efektif dan bermakna yaitu alur TIRTA, dimana T adalah Tujuan, merupakan langkah menanyakan tujuan perencanaan apa yang ingin dicapai dengan program pengembangan/kegiatan. I adalah langkah melakukan Identifikasi, yaitu kegiatan mengidentifikasi hal-hal yang harus disiapkan/dikembangkan. R adalah langkah menyusun Rencana, yaitu menemukan hal-hal apa yang bisa membantu keberhasilan dan dukungan yang diperlukan, serta apa saja yang akan dilakukan. Terakhir TA, yaitu Tanggung Jawab, yang merupakan langkah untuk membuat kesepakatan kapan akan melakukan sesi untuk refleksi/kalibrasi.

c.    Ruang Kolaborasi. Ruang kolaborasi sesi diskusi dilakukan dalam tiga bentuk kegiatan, dua kegiatan dilakukan secara virtual untuk sesi latihan pelaksanaan kegiatan Coaching, dan untuk sesi praktik kegiatan Coaching yang dipandu oleh Evita, selaku Fasilitator. Dalam kegiatan ini dibagi beberapa kelompok

Setiap kelompok melakukan praktik Coaching secara bergantian dengan masalah yang berbeda. Selanjutnya setelah kegiatan praktik Coaching selesai, CGP diminta untuk menuliskan refleksi dari kegiatan praktik Coaching yang telah dilakukan, tentang apa saja yang sudah berjalan dengan baik selama percakapan, apa yang masih perlu diperbaiki/ditingkatkan, apa yang  dilakukan untuk tetap dalam kondisi presence (kehadiran penuh) sebelum dan saat melakukan Coaching, dan apa yang akan dilakukan untuk memperbaiki/meningkatkannya, serta umpan balik apa yang diberikan oleh Coachee yang menjadi pasangan, saat melakukan kegiatan praktik Coaching tersebut.  

d.    Demonstrasi Kontektual. Pada kegiatan demonstrasi kontekstual untuk modul 2.3 CGP diminta untuk membuat sebuah video dalam melakukan praktik kegiatan Coaching yang dilakukan secara kolaborasi dalam kelompok, yang masing-masing kelompok terdiri dari 3 orang. Dimana satu orang akan menjadi Coach, satu orang berperan sebagai Coachee, dan satu orang lagi sebagai pengamat.

Sebelum melakukan percakapan Coaching, pengamat mengadakan percakapan dengan Coach mengenai kompetensi inti Coaching (presence, mendengarkan aktif, dan mengajukan pertanyaan berbobot) yang akan dikembangkan. Kemudian Coach dan Coachee melakukan percakapan Coaching. Pengamat melakukan observasi terhadap proses percakapan Coaching dan mencatat hal-hal yang diamati.

Setelah kegiatan Coaching selesai, pengamat memberikan umpan balik berbasis Coaching kepada Coach berupa pertanyaan-pertanyaan mengenai pengembangan kompetensi Coaching berdasarkan data sesuai hasil pengamatan.  Setelah putaran satu rangkaian praktik percakapan Coaching selesai, maka CGP berganti peran dan melakukan rangkaian percakapan Coaching putaran dua sampai putaran tiga. Video hasil kegiatan Coaching dalam kelompok, diunggah di LMS pada laman demonstrasi kontekstual dengan due date yang telah ditetapkan.

e.   Elaborasi Pemahaman/Koneksi Antar Materi, elaborasi pemahaman akan dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan yang dipandu oleh Instruktur Nasional. Dalam kegiatan ini Instruktur akan memberikan tambahan pemahaman seputar Coaching untuk Supervisi Akademik dengan berbagai contoh penerapan, untuk menuntun CGP semakin memahami bagaimana cara menerapkan Coahing yang baik dalam kegiatan supervisi akademik atau kegiatan lainnya di sekolah.

 

2.         Feeling (Perasaan)

Setelah mempelajari modul 2.3 tentang coaching untuk supervisi akademik, saya semakin memahami bagaimana teknik dalam melakukan Coaching yang baik dalam kegiatan supervisi di sekolah, baik antara kepala sekolah dengan guru, guru dengan guru, guru dengan murid, atau dengan warga sekolah lainnya.  

Mulai dari awal pembelajaran materi tentang coaching untuk supervisi akademik ini,  sampai pada kegiatan ruang kolaborasi, saya merasa mendapatkan pembelajaran yang sangat bermanfaat, khususnya dalam pengembangan pola pikir, pengelolaan emosi dan bagaimana membangun komunikasi yang baik, serta memiliki paradigma berpikir Among dan keterampilan Coaching dalam rangka pengembangan diri dan rekan sejawat.

Dalam kegiatan Coaching, Coach dan Coachee sama-sama bisa mendapatkan pembelajaran, yang bisa  dijadikan sebagai refleksi diri dan melakukan introspeksi atas semua hal yang selama ini telah dan yang akan dilakukan, baik dalam proses pembelajaran, ataupun masalah dan kegiatan lainnya.  Selanjutnya saya mulai berlatih dan terus berlatih agar mampu melakukan coaching yang tepat baik bersama dengan murid, ataupun dengan rekan-rekan sejawat.

 

3.         Finding (Pembelajaran)

Modul 2.3 memberikan banyak pembelajaran baru tentang Coaching Untuk Supervisi Akademik. Dalam pembelajaran ini saya menjadi paham dan semakin tercerahkan, tentang bagaimana konsep Coaching dan perbedaan konsep antara Coach dengan mentor, fasilitator, dan konselor. Kegiatan Coaching ini sangat menarik bagi saya, untuk terus melakukan  pembenahan dalam membantu rekan sejawat, dan khususnya membantu murid dalam menyelesaikan  masalah yang dihadapinya, khususnya masalah-masalah di sekolah terkait dengan pengembangan diri dalam rangka mewujudkan murid yang memiliki kematangan diri, dan menjadi pribadi yang siap, dan mampu mengelola dirinya sendiri untuk menghadapi berbagai tantangan dan berbagai masalah yang ada.

 

4.         Future ( Penerapan )

Secara keseluruhan rangkaian kegiatan pembelajaran modul 2.3 tentang Coaching Untuk Supervisi Akademik ini, membuat saya bersemangat untuk terus berpacu melakukan perubahan ke arah perbaikan dan peningkatan kompetensi diri. Untuk itu saya telah merancang tindakan aksi nyata penerapan praktik coaching yang didasari oleh keinginan untuk melakukan praktik baik di lingkungan sekolah secara umum. Harapan saya dengan penerapan praktik coaching ini, baik di kelas bersama dengan murid, maupun di lingkungan sekolah bersama rekan sejawat dan warga sekolah lainnya, dapat mewujudkan pribadi yang mandiri dan khususnya mampu menuntun murid menjadi murid yang memiliki profil pelajar Pancasila.

Komentar

Postingan Populer